Banyak pelaku usaha semangat ketika mendengar bahwa pasar ekspor barang ke Turki cukup terbuka terhadap produk-produk Indonesia. Namun yang jarang dibahas adalah kenyataan bahwa sebagian besar kegagalan ekspor justru bukan disebabkan oleh hal besar seperti kualitas produk atau harga yang tidak kompetitif. Sebaliknya, kegagalan sering terjadi karena kesalahan kecil—hal-hal sepele yang terlihat tidak penting tetapi sangat menentukan keberhasilan transaksi dengan importir Turki.
Salah satu kesalahan paling umum adalah gaya komunikasi yang terlalu formal dan kaku. Importir Turki terbiasa dengan percakapan yang hangat, cepat, dan langsung ke inti pembahasan. Mereka menghargai kejujuran dan spontanitas. Ketika seorang eksportir terlalu kaku atau membuat percakapan terasa seperti prosedur kantor, mereka bisa kehilangan minat meskipun produk sebenarnya cocok. Banyak transaksi gagal bukan karena produknya buruk, melainkan karena hubungan awal tidak terasa alami.
Masalah lain yang sering terjadi adalah ketidaktelitian dalam memberikan detail teknis. Importir Turki sangat teliti dalam hal ukuran, berat, komposisi, dan foto produk. Jika ada data yang tidak lengkap atau berbeda sedikit saja antara sampel dan barang asli, mereka langsung meragukan konsistensi produksi. Kesalahan satu atau dua gram pada kemasan, atau warna foto yang terlalu berbeda dari barang sebenarnya, bisa merusak kepercayaan dan membuat mereka ragu melanjutkan pembelian.
Beberapa eksportir juga terlalu cepat berasumsi bahwa pembeli Turki selalu mencari harga rendah. Akibatnya, mereka langsung menawarkan harga termurah dan produk kualitas paling dasar, tanpa memahami bahwa sebagian besar pembeli di Turki justru mementingkan kestabilan pasokan dan kualitas yang bisa diulang. Ketika harga terlalu rendah, itu justru membuat mereka curiga. Kesalahan kecil seperti salah membaca psikologi harga ini bisa membuat transaksi batal sebelum sempat berkembang.
Kesalahan lain yang tidak kalah sering adalah mengabaikan detail pengemasan. Masyarakat Turki punya ekspektasi yang cukup tinggi untuk tampilan produk impor. Mereka suka kemasan yang bersih, rapi, dan terlihat profesional. Bahkan untuk produk sederhana seperti snack atau barang handmade, mereka memperhatikan cara produk dibungkus. Banyak eksportir Indonesia meremehkan hal ini, padahal kemasan yang kurang rapi atau label asal-usul yang tidak jelas bisa membuat mereka berpikir dua kali untuk melakukan pemesanan ulang.
Selain itu, banyak eksportir gagal menyesuaikan waktu komunikasi. Ada perbedaan zona waktu yang tidak terlalu besar, tetapi pola aktivitas di Turki cukup berbeda. Mereka sangat aktif melakukan negosiasi pada sore hingga malam hari. Eksportir yang hanya membalas pesan pada jam kerja pagi hingga siang sering dianggap tidak responsif. Kesalahan kecil soal waktu balas pesan ini juga bisa membuat klien Turki merasa kurang dihargai.
Kumpulan kesalahan kecil ini terlihat sepele, tetapi jika terjadi bersamaan, hasilnya bisa membuat peluang ekspor hilang begitu saja. Padahal pasarnya sudah jelas ada dan pembelinya sebenarnya tertarik. Dengan memahami pola-pola kecil ini, pelaku usaha dapat menghindari kegagalan yang tidak perlu dan mulai melihat Turki bukan sebagai pasar yang sulit, tetapi sebagai pasar yang membutuhkan perhatian detail yang tepat tanpa harus mengubah produk secara besar-besaran.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Label
Bisnis- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya

Komentar
Posting Komentar